Menjadi Kepala Daerah seperti Gubernur/walikota/Bupati adalah sebuah jabatan eksekutif ditingkatan daerah, adalah tidak beda dengan pejabat negara lainnya maupun presiden yang mempunyai garis-garis besar dalam bekerjanya maupun hubungan antar lembaga. Hal tersebut untuk menjaga tidak tumpang tindihnya birokrasi dalam pemerintahan yang mengakibatkan inefisiensi implementatif. Singkatnya, hal ini membantunya dalam menjalankan pemerintahan yang syarat dengan elemen hukum dan politik.
Selanjutnya Kepala Daerah haruslah seorang yang mempunyai visi dan misi yang jelas yang terutama dalam kepemimpinan daerahnya. Selain itu tidakkah lebih baik jika seorang kepala daerah yang amanah, dalam arti mampu memujudkan apa yang dijanjikan selama kampanye? Disini stategi-strategi pembangunan yang efektif diperlukan guna menjaga kestabilan serta kelancaran dalam merealisasikannya, bukan kalkulasi dukungan politik semata.
Secara pribadi, kesemuanya berpusat pada satu inti yaitu kinerja. Sebuah janji, tujuan ataupun cita-cita pasti akan terletak pada proses kinerja bagaimana mencapainya. Demikian juga dengan seorang Kepala Daerah, akan semakin bermanfaat bagi masyarakat daerahnya jika mengandalkan kinerja-kinerja yang kongkrit. Apalagi dalam era otonomi daerah sekarang ini yang memberikan keleluasaan yang lebih pada daerah sehingga dapat dikatakan awal yang baik dalam pengembangan dan pembangunan.
Untuk kelanjutannya agar kebijakan pemerintah daerah sinkron dengan kenyataan dilapangan serta berguna untuk memberikan poin-poin determinasi maupun kolaborasi target-target pembangunan, sebaiknya dilakukan upaya-upaya dasar seperti penyerapan aspirasi masyarakat, pemetaan geografis daerah, pemahaman kondisi sosial budaya maskarakat lokal serta pemahaman ekonomi lokal. Secara empiris, hasil-hasil tersebut diatas berbeda satu sama lain setiap daerah. Untuk itulah dapat kita simpulkan bahwa setiap daerah memiliki potensi dan karakteristik yang berbeda yang tentunya menuntut perlakuan berbeda pula. KD haruslah benar-benar mengerti akan daerahnya. Bukan sekedar figur terkenal, tokoh maupun emosi putra daerah belaka.
Beberapa aspek yang harus dipenuhi antara lain:
(1) Aspek Ekonomi
Gerak ekonomi adalah salah satu yang terpenting dalam suatu daerah. Perkembangannya juga tidak lepas dari geologis ekonomis dan historis masyarakat setempat, sehingga hal ini memungkinkan perbedaan karakteristik perekonomian satu daerah dengan yang lain. misalnya daerah A yang tanahnya subuh untuk pertanian maka mayoritas penduduknya bergerak dibidang pertanian. Berbeda dengan daerah B yang dekat dengan pantai dan tanah yang kurang subur sehingga tidak cocok untuk lahan pertanian, maka dari itu penduduknya lebih banyak yang bekerja dibidang perikanan dan pariwisata.
Dari ilustrasi diatas, salah satu strategi untuk menyiasati dalam hubungannya dengan pengembangan ekonomi adalah memakai konsep keunggulan komparatif, yaitu pembangunan dengan mengembangkan keunggulan ekonomis setempat, dimana tidak terdapat ditempat lain. Pola ini memungkinkan untuk membentuk identitas dan meningkatkan daya saing tersendiri satu sama lain antar daerah. Hal tersebut dengan membawa dampak positif dalam pembangunan nasional karena akan banyak terbantu dalam menentukan kebijakan dan efisiensi.
Selain itu, tugas pemerintah daerahlah yang memberikan tatanan pijakan dan dukungan yang penuh pada kewirausahaan dan kegiatan ekonomi lainnya. Secara lebih nyata dalam dunia bisnis membutuhkan stimulus-stimulus seperti penyediaan infrastruktur, birokrasi perijinan yang praktis, insentif pajak, aturan-aturan main yang jelas dalam berbisnis, pengelolaan kekayaan alam yang tidak monopolitik, perlindungan, pendidikan dan pelatihan usaha, upah minimum daerah, memberdayakan organisasi-organisasi pekerja dan kebijakan supported sektoral lain-lainnya yang sesuai.
Masalah pengangguran dan tingginya angka angkatan kerja juga tidak kalah penting untuk diselesaikan dengan menciptakan program-program kerja yang padat karya maupun memberikan insentif kepada usaha yang melibatkan tenaga yang banyak. Surplus anggaran daerah seharusnya dimaksimalkan dengan program diatas serta dalam rangka menyediakan infrastruktur usaha yang berkesinambungan.
(2) Aspek Kesehatan
Aspek ini meliputi tingkat kelahiran, tingkat umur rata-rata hidup, kebersihan, kondisi Mandi cuci kakus (MCK), populasi penduduk dalam hubungannya dengan kesehatan, pemahaman masyarakat tentang kesehatan, pelayanan dan kuantitas publik kesehatan didaerah, program vaksinasi, disease preventives dan masih banyak lagi. Secara ringkas, program-program yang berhubungan dengan kesehatan lokal sangat mendukung berjalannya aspek lain. Oleh karena itu concerning akan meningkatkan kualitas kesehatan, akan memudahkan masyarakat dalam mengakses kebutuhan sehatnya. Ada semacam timbal balik positif jika semakin sejahtera suatu daerah maka semakin tinggi kualitas kesehatan masyarakat, semakin mudah pemerintah menjalankan proses pembangunan, begitu sebaliknya.
(3) Aspek Tata Ruang Kota
masalah ini mungkin menjadi permasalahan daerah dimana-mana yaitu kurang tertatanya tata ruang kota yang baik. Akibatnya terjadinya tumpang tindih pembangunan pemukiman, areal pendidikan, perkantoran, mall, pelayanan public lainnya, hotel, bangunan-bangunan yang mempunyai historikal yang tinggi dan lain-lainnya. Jika kita melihat situasi-situasi urban khususnya sangatlah crowded berserta aktivitas masyarakatnya yang berjejal-jejalan.
Ada baiknya untuk mengatasinya dibuat cities designs planning yang membantu pengaturan dan alokasi konsentrasi pembangunan infrastruktur. Untuk memperkuatnya maka memasukkannya dalam salah satu orientasi kebijakan-kebijakan daerah sangatlah mendukung selain memberikan landasannya berupa payung hukum atas implementasinya.
Strategi yang lain adalah memangkas birokrasi proyek-proyek yang ada dengan mekanisme satu pintu, memungkinkan terkontrolnya di dilapangan dan memperkecil inefisiensi yaitu pungutan, korupsi, kolusi maupun pajak berganda.
(4) Aspek Pendidikan
Aspek ini tidak kalau pentingnya dengan yang lain. Dus, sangat berhubungan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Memajukan pendidikan adalah suatu keharusan yang di amanatkan undang-undang dan menjadi ujung tombak pembangunan bangsa negara di masa depan.
Perkembangan pembangunan nasional di dunia pendidikan sudah ada peningkatan meski berjalan lambat. Program wajib belajar, sekolah gratis dan peningkatan anggaran pendidikan diharapkan mampu memperbaiki kualitas dan kuantitas warga negara.
Di tingkatan daerah, dukungan pemerintah daerah untuk mengembangkan dan meneruskan kebijakan tersebut dengan mempersiapkan pelaksanaan dan teknis program-program yang ada, selain mengontrol hambatan-hambatannya, seperti pungutan diluar pendidikan, bocoran alokasi anggaran pendidikan dan sebagainya.
Diluar itu tidak menutup kemungkinan pemerintah daerah memajukan pendidikan dengan kreativitas sendiri sepanjang tidak keluar kebijakan nasional, misalkan peran aktifnya dalam sekolah-sekolah alternatif, memfasilitasi sekolah dengan dunia usaha, dukungan kepada sekolah selain negeri dan sebagainya.
Masih banyak lagi pembahasan-pembahasan diluar kontek diatas yang seperti saya ulas diatas. Perbedaan sangat mungkin terjadi satu daerah dengan daerah lain tentang prioritas kerja kepala daerah sehingga sinergi dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakatnya.
Cakupan diatas menggambarkan situasi dan solusi singkat atas daerah-daerah secara general yang semoga dapat memaksimalkan pembangunan tentunya. Insya Allah demikian adanya.
Senin, 20 Desember 2010
Metode Content Analysis untuk Meneliti Kepala Daerah: Marissa Haque & Ikang Fawzi
Label:
2010,
airin rachmi diany,
andre taulani,
arsyid,
Ikang Fawzi,
Marissa Haque,
pemilukada,
ratu atut chosiyah,
tangsel
Kamis, 16 Desember 2010
Content Analysis dalam Riset Ikang Fawzi terkait Property-tainment: Marissa Haque Fawzi
Ikang Fawzi Lulus MBA dengan Nilai A dari UGM Fakultas Ekonomi-Bisnis
Kabar Gembira!
Leadership Ikang Fawzi suamiku alhamdulillah semakin terbukti didalam keluarga kami. Kemarin pada tanggal 13 desember 2010, dengan dua orang penguji inti dari FEB-UGM bernama: (1) Ertambang, PhD; dan (2) Bambang Riyanto, PhD, suamiku Ikang Fawzi berhasil lulus dengan cemerlang dan mengantongi nilai akhir ujian thesisnya A (bulat)!
Subhanallah… sebuah perjuangan yang tidak main-main, dan menjadi contoh positif bagi kita semua di Indonesia. Bahwa seorang penyanyi rock-pun mampu menunjukkan kelas intelektualitasnya secara kaffah dan mumpuni. Contoh yang sangat baik bagi istri dan kedua putrinya,…insya Allah demikian adanya.
Berikut saya lampirkan sebuah sms untuk dijadikan fwd–dari salah seorang teman karib di UGM, Yogyakarta-Jakarta:
Selamat untuk Mas Ikang Fawzi atas keberhasilannya mendapatkan MBA dengan nilai kelulusan A dari Fakultas Ekonomi-Bisnis UGM (Universitas Gajahmada), Yogyakarta kemarin 13 Desember 2010. Anda adalah penyanyi rock Indonesia pertama yang menjadi MBA dari salah satu universitas terbaik di Indonesia. Kapan S3 nya dimulai? semoga secepatnya ya?
Sumber: http://marissahaque-sdalh.blogdetik.com
Selasa, 14 Desember 2010
MBA Ikang Fawzi dari UGM juga Menggunakan Metode Content Analysis: Marissa Haque
Ini Pendidikan Ala Ikang Fawzi
"Senang sekali akhirnya bisa dapat gelar magister, kuliah selama 1,5 tahun."Rabu, 15 Desember 2010, 00:25 WIB
Antique, Beno Junianto
Ikang Fawzi (VivaNews/ A. Rizaluddin)
Ikang Fawzi (VivaNews/ A. Rizaluddin)
VIVAnews - Keluarga Ikang Fawzi di Yogyakarta sedang berbahagia, sebab Ikang Fawzi suami artis Marissa Haque dengan nama lengkap Ahmad Zulfikar Fawzi dinyatakan lulus dengan memuaskan dari Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Gajah Mada dan berhak menggunakan gelar MBA.
"Senang sekali akhirnya bisa dapat gelar magister, kuliah selama 1,5 tahun. Karena serius, saya bisa cepat selesai kuliah," ujar Ikang Fauzi saat dihubungi VIVAnews di Jakarta, Selasa 14 Desember 2010.
Ikang mengaku sangat mendapat dukungan dari sang istri untuk bisa menyelesaikan kuliahnya di kampus terbesar di Yogyakarta itu. "Dukungan istri ini sangat menyuntik saya, dan saya akan terapkan ke anak-anak karena kelak juga harus sama dengan ayahnya," ujarnya.
Tesisnya setebal 300 halaman lebih, yang berjudul Analisa Strategi Bisnis Properti-tainment di Salah Satu Industri Bisnis Properti (studi pada PT Impian Jaya Ancol) dibuat karena Ikang sangat ingin serius dalam bisnisnya kelak.
"Memang saya lihat potensi besar dengan tempat hiburan seperti Ancol ini. Siapa tahu, saya ke depannya akan membuka tempat hiburan besar," harap penyanyi kelahiran 23 Oktober 1959 ini.
Ikang yang bisa menyelesaikan kuliah S2-nya berharap agar ditiru anaknya kelak. "Ini yang saya terapkan di keluarga, Muliawati Fawzi dan Marsha Chikita Fawzi bebas menentukan bakatnya ke depan tapi tidak boleh melupakan pendidikan, terutama istri saya yang serius dalam pendidikannya ini."
• VIVAnews
Sumber: http://showbiz.vivanews.com/news/read/193785-ini-pendidikan-ala-ikang-fawzi
"Senang sekali akhirnya bisa dapat gelar magister, kuliah selama 1,5 tahun. Karena serius, saya bisa cepat selesai kuliah," ujar Ikang Fauzi saat dihubungi VIVAnews di Jakarta, Selasa 14 Desember 2010.
Ikang mengaku sangat mendapat dukungan dari sang istri untuk bisa menyelesaikan kuliahnya di kampus terbesar di Yogyakarta itu. "Dukungan istri ini sangat menyuntik saya, dan saya akan terapkan ke anak-anak karena kelak juga harus sama dengan ayahnya," ujarnya.
Tesisnya setebal 300 halaman lebih, yang berjudul Analisa Strategi Bisnis Properti-tainment di Salah Satu Industri Bisnis Properti (studi pada PT Impian Jaya Ancol) dibuat karena Ikang sangat ingin serius dalam bisnisnya kelak.
"Memang saya lihat potensi besar dengan tempat hiburan seperti Ancol ini. Siapa tahu, saya ke depannya akan membuka tempat hiburan besar," harap penyanyi kelahiran 23 Oktober 1959 ini.
Ikang yang bisa menyelesaikan kuliah S2-nya berharap agar ditiru anaknya kelak. "Ini yang saya terapkan di keluarga, Muliawati Fawzi dan Marsha Chikita Fawzi bebas menentukan bakatnya ke depan tapi tidak boleh melupakan pendidikan, terutama istri saya yang serius dalam pendidikannya ini."
• VIVAnews
Sumber: http://showbiz.vivanews.com/news/read/193785-ini-pendidikan-ala-ikang-fawzi
Selasa, 07 Desember 2010
Metode CA untuk Mengurai Kejahatan Konstitusi Pilkada Tangsel di MK: Marissa Haque Fawzi
Rabu, 1 Desember 2010 09:49 WIB
Airin Rachmi Diany-Arsid & Andre Stinky Taulani Saling Tuding di MK
Warta Kota/Valentino Verry
Lokasi: Gambir, Warta Kota
SEJUMLAH saksi kubu Arsid-Andre Taulany, yang teridri atas lurah dan sekretaris lurah (Sekel) mengaku dipaksa untuk mendukung pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie. Hal itu terungkap dalam sidang gugatan hasil Pemilukada Kota Tangsel Selasa (28/11) di Mahkamah Konstitusi (MK) Gambir.
Sidang sengketa Pemilukada Tangsel itu dipimpin majelis hakim yang berjumlah tiga orang, yaitu Mahfud MD (Ketua), Arsyad Sanusi (anggota), dan Maria Farida Indrati (anggota). Sidang digelar dengan agenda mendengar keterangan saksi dari kedua belah pihak. Kemarin kubu Arsid mengajukan saksi 15 orang terdiri atas lurah dan sekel.
"Kami pernah dikumpulkan di rumah Ibu Airin di Alam Sutra Serpong. Intinya agar kami mendukung Ibu Airin. Saat pulang kami diberi uang Rp 2,5 juta. Yang hadir saat itu sekitar 54 lurah se-Tangsel. Yang memberi uang adalah H Rasyid, panitia acara itu," ucap Syahbudi, Lurah Benda.
Menurut Syahbudi, setiap apel Senin pagi, beberapa bulan menjelang pemilukada, camat memanggil seluruh lurah. Camat bertanya soal kondisi dan keadaan peta dukungan terhadap Airin-Benyamin. Camat meminta supaya dukungan itu terus digalang agar Airin menang saat pemilukada.
Hal yang sama diungkapkan saksi lain, di antaranya Djamaludin, Sujiana, Eddy, Harun. Keempatnya adalah sekel. Mereka mengaku diharuskan mendukung Airin-Benyamin. Sebagian dari mereka mengaku diintimidasi oleh camat jika diketahui berbeda pandangan. Bahkan di antara mereka ada yang dicopot dari sekel, dan diturunkan jabatannya menjadi staf di Kantor Kecamatan. Malah, Dede, staf honorer di Kelurahan Pisangan, yang juga saksi kubu Arsid, dipecat gara-gara tidak mendukung Airin.
"Saya sempat berdebat dengan Pak Lurah Idrus Asyani. Menurut saya, PNS itu harus netral, tidak boleh mendukung pasangan calon. Tapi malah dipecat saya sebagai PNS honorer. Saya dianggap tidak sejalan dengan lurah," ucapnya.
Dibantah
Namun keterangan para saksi kubu Arsid itu dibantah oleh saksi yang diajukan Airin. Dalam sidang tersebut kubu Airin juga menghadirkan 15 saksi, di antaranya terdapat pejabat Eselon I dan II Kota Tangsel, serta para camat. Mereka adalah Penjabat Wali Kota Tangsel, Eutik Suarta, Asda I Ahadi, Sekretaris Daerah Dudung Diredja, Kepala Dinas Pendidikan Dadang Sofyan, Kepala Dinas Kesehatan Dadang M Epid, Kepala Dinas Bina Marga Dandy P
Eutik Suarta mengatakan tudingan bahwa PNS Tangsel termasuk para lurah harus mendukung salah sati kandidat adalah tidak benar dan terlalu mengada-ada. Menurut Eutik, sejak sebelum masa kampanye dimulai, pihaknya sudah membuat surat edaran agar semua PNS tangsel bersikap netral, dan tidak terlibat politik praktis. Komitmen netralitas itu kata Eutik diwujudkan melalui penandatanganan kesepakatan soal netralitas PNS Tangsel antara Sekda/Kepala BKD, Dudung E Diredja, dengan Ketua Panwaslu Tangsel Muslih Basar.
Ahadi yang disebut-sebut terlibat dalam tim sukses juga membantah. "Saya tak mengenal Airin. Cuma ketemu saat ada acara. Saya juga tidak menandatangani surat memo soal dukungan kepada Airin," ucapnya.
Verry Muchlis, sekretasris tim sukses Airin, mengatakan bahwa kubunya telah melaksanakan semua proses pentahapan dengan baik. "Kami tidak punya kemampuan untuk melakukan dukungan secara terstruktur dan masif termasuk mengerahkan lurah atau sekel. Justru kubu nomor tiga yang melakuklan politik uang," tegasnya.
Mendengar keterangan dari para saksi itu, majelis hakim MK tampak bingung. "Ada apa ini? Kata saksi pemohon ada politik uang dan dukungan PNS, tapi kata saksi termohon, tidak ada. Ingat kalian disumpah sebelum bersidang. Jadi tidak boleh bohong. Karena keterangannya berbeda sekali," ucap Maria Farida.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (1/12) ini. Ketua MK, Mahfud MD, meminta pihak termohon dan pemohon untuk menyusun daftar saksi dengan benar agar tidak ada yang luput dari sumpah. (Valentino Verry)
Sumber: http://www.wartakota.co.id/detil/berita/33467/Airin-Arsid-Saling-Tuding-di-MK
SEJUMLAH saksi kubu Arsid-Andre Taulany, yang teridri atas lurah dan sekretaris lurah (Sekel) mengaku dipaksa untuk mendukung pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie. Hal itu terungkap dalam sidang gugatan hasil Pemilukada Kota Tangsel Selasa (28/11) di Mahkamah Konstitusi (MK) Gambir.
Sidang sengketa Pemilukada Tangsel itu dipimpin majelis hakim yang berjumlah tiga orang, yaitu Mahfud MD (Ketua), Arsyad Sanusi (anggota), dan Maria Farida Indrati (anggota). Sidang digelar dengan agenda mendengar keterangan saksi dari kedua belah pihak. Kemarin kubu Arsid mengajukan saksi 15 orang terdiri atas lurah dan sekel.
"Kami pernah dikumpulkan di rumah Ibu Airin di Alam Sutra Serpong. Intinya agar kami mendukung Ibu Airin. Saat pulang kami diberi uang Rp 2,5 juta. Yang hadir saat itu sekitar 54 lurah se-Tangsel. Yang memberi uang adalah H Rasyid, panitia acara itu," ucap Syahbudi, Lurah Benda.
Menurut Syahbudi, setiap apel Senin pagi, beberapa bulan menjelang pemilukada, camat memanggil seluruh lurah. Camat bertanya soal kondisi dan keadaan peta dukungan terhadap Airin-Benyamin. Camat meminta supaya dukungan itu terus digalang agar Airin menang saat pemilukada.
Hal yang sama diungkapkan saksi lain, di antaranya Djamaludin, Sujiana, Eddy, Harun. Keempatnya adalah sekel. Mereka mengaku diharuskan mendukung Airin-Benyamin. Sebagian dari mereka mengaku diintimidasi oleh camat jika diketahui berbeda pandangan. Bahkan di antara mereka ada yang dicopot dari sekel, dan diturunkan jabatannya menjadi staf di Kantor Kecamatan. Malah, Dede, staf honorer di Kelurahan Pisangan, yang juga saksi kubu Arsid, dipecat gara-gara tidak mendukung Airin.
"Saya sempat berdebat dengan Pak Lurah Idrus Asyani. Menurut saya, PNS itu harus netral, tidak boleh mendukung pasangan calon. Tapi malah dipecat saya sebagai PNS honorer. Saya dianggap tidak sejalan dengan lurah," ucapnya.
Dibantah
Namun keterangan para saksi kubu Arsid itu dibantah oleh saksi yang diajukan Airin. Dalam sidang tersebut kubu Airin juga menghadirkan 15 saksi, di antaranya terdapat pejabat Eselon I dan II Kota Tangsel, serta para camat. Mereka adalah Penjabat Wali Kota Tangsel, Eutik Suarta, Asda I Ahadi, Sekretaris Daerah Dudung Diredja, Kepala Dinas Pendidikan Dadang Sofyan, Kepala Dinas Kesehatan Dadang M Epid, Kepala Dinas Bina Marga Dandy P
Eutik Suarta mengatakan tudingan bahwa PNS Tangsel termasuk para lurah harus mendukung salah sati kandidat adalah tidak benar dan terlalu mengada-ada. Menurut Eutik, sejak sebelum masa kampanye dimulai, pihaknya sudah membuat surat edaran agar semua PNS tangsel bersikap netral, dan tidak terlibat politik praktis. Komitmen netralitas itu kata Eutik diwujudkan melalui penandatanganan kesepakatan soal netralitas PNS Tangsel antara Sekda/Kepala BKD, Dudung E Diredja, dengan Ketua Panwaslu Tangsel Muslih Basar.
Ahadi yang disebut-sebut terlibat dalam tim sukses juga membantah. "Saya tak mengenal Airin. Cuma ketemu saat ada acara. Saya juga tidak menandatangani surat memo soal dukungan kepada Airin," ucapnya.
Verry Muchlis, sekretasris tim sukses Airin, mengatakan bahwa kubunya telah melaksanakan semua proses pentahapan dengan baik. "Kami tidak punya kemampuan untuk melakukan dukungan secara terstruktur dan masif termasuk mengerahkan lurah atau sekel. Justru kubu nomor tiga yang melakuklan politik uang," tegasnya.
Mendengar keterangan dari para saksi itu, majelis hakim MK tampak bingung. "Ada apa ini? Kata saksi pemohon ada politik uang dan dukungan PNS, tapi kata saksi termohon, tidak ada. Ingat kalian disumpah sebelum bersidang. Jadi tidak boleh bohong. Karena keterangannya berbeda sekali," ucap Maria Farida.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (1/12) ini. Ketua MK, Mahfud MD, meminta pihak termohon dan pemohon untuk menyusun daftar saksi dengan benar agar tidak ada yang luput dari sumpah. (Valentino Verry)
Sumber: http://www.wartakota.co.id/detil/berita/33467/Airin-Arsid-Saling-Tuding-di-MK
Selasa, 30 November 2010
Dengan Metode Analisa Konten Meneliti Dugaan Kecurangan Pilkada Tangsel 2010: Marissa Haque Fawzi
Sengketa Pemilukada Tangsel: Asda I Tangsel di Balik Kemenangan Airin?
Selasa, 30 November 2010 - 19:07 wibHasan Kurniawan - Okezone
JAKARTA - Memo Asisten Daerah (Asda) I Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Ahadi tentang Airin Fans Club (AIFAC) disoal dalam sengketa Pemilukada Tangsel, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Hal ini dikarenakan memo tersebut dianggap sebagai tiket kemenangan bagi pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie.
Dalam memo itu, seluruh Satuan Kerja Perangkat Dinas (SKPD) di lingkungan Kota Tangsel, diminta untuk mendukung semua program kerja yang telah ditetapkan oleh Airin. Dalam memo itu terdapat tanda tangan Ahadi dan stempel Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel. Namun, di muka sidang Ahadi membantah tudingan terhadap dirinya itu.
"Saya membantah tudingan terhadap diri saya yang dianggap membentuk AIFAC. Itu merupakan inisiatif dari seseorang yang bernama Cecep. Dia bergerak di bidang hiburan dan kelompok ini tidak terorganisasi. Saya tidak mengenal Airin," ujarnya disambut riuh suara pendukung pasangan Arsid-Andre Taulany, di luar sidang MK.
Keterangan Ahadi menimbulkan reaksi dari kuasa hukum Arsid-Andre dan meminta majelis hakim untuk memperlihatkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya. Serta melihat tanda tangan yang ada dalam KTP itu, seraya mencocokkan dengan tanda tangan yang ada di memo AIFAC. Selain memperlihatkan KTP miliknya, Ahadi juga disuruh membuat tanda tangan di hadapan majelis hakim.
"Apakah bapak pernah melihat dan merasa membuat memo ini?" tanya Ketua Sidang Mahfud MD kepada Ahadi. Dilanjutkan dengan, "Kok tanda tangannya sama yah?" sambung Mahfud. Setelah memperlihatkan tanda tangan pada KTP yang dimilikinya, Ahadi pun disuruh membuat tanda tangan baru di atas secarik kertas.
"Coba tanda tangan, jangan ragu-ragu membuat tanda tangan," tegas anggota majelis hakim, Muhammad Arsyad Sanusi, kepada Ahadi yang tampak grogi. Kemudian, tanda tangan itu diserahkan majelis hakim kepada tim untuk dicocokkan kesamaannya. (teb)
Sumber: http://news.okezone.com/read/2010/11/30/338/398768/asda-i-tangsel-di-balik-kemenangan-airin
Selasa, 30 November 2010 - 19:07 wibHasan Kurniawan - Okezone
JAKARTA - Memo Asisten Daerah (Asda) I Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Ahadi tentang Airin Fans Club (AIFAC) disoal dalam sengketa Pemilukada Tangsel, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (30/11/2010).
Hal ini dikarenakan memo tersebut dianggap sebagai tiket kemenangan bagi pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie.
Sabtu, 27 November 2010
Analisa Konten Katakan yang Benar Walau Satu Ayat (Terkait Aurat Vina Panduwinata & Memes Addie MS): Marissa Haque Fawzi
Tangan Allah Melindungi Perjuanganku Mengatakan yang Benar Soal Aurat Vina Panduwinata & Memes Ibu dari Kevin Vierra.
Terimakasih banyak saudaraku Mas AZLIN di alamat: kencanagroup at ymail.com, 202.70.54.136 Submitted on 2010/11/06 at 3:48pm
Siapa saja pun harus berbuat demikian kalau dia mengaku islam. Apalagi Mbak Marisa sebagai Publik Figur. Popularitas dalam kancah politik itu tergantung yang menilai. Berbuatlah yang terbaik menurut agamamu.
Mbak Marissa Haque sudah benar adanya! Cegahlah perbuatan yang salah itu dengan:
Terimakasih banyak saudaraku Mas AZLIN di alamat: kencanagroup at ymail.com, 202.70.54.136 Submitted on 2010/11/06 at 3:48pm
Assalamulaikum Wr. Wb,
Saya setuju dengan Mbak Marisa. Berani dan tegas. untuk memberantas hal2 yang menyalahi norma agama (Islam tentunya), tidak mesti melihat siapa Mbak Marisa.
Mbak Marissa Haque sudah benar adanya! Cegahlah perbuatan yang salah itu dengan:
1. dengan tindakan
2. dengan perkataan
3. Mencegahnya dari dalam hati (selemah-lemahnya iman)
2. dengan perkataan
3. Mencegahnya dari dalam hati (selemah-lemahnya iman)
Setidaknya apa yang telah Mbak marisa tulis dapat menyadarkan mereka untuk tidak bangga berbuat dosa membuka dan memperlihatkan aurat wanita mereka. Setiap Manusia tentunya tidak luput dari dosa, tetapi jangan sampai bangga dengan perbuatan dosa tersebut.
Salam.Dugaan Kejahatan Pemilukada Tangsel 2010 dapat Diteliti dengan Metode Analisa Konten: Marissa Haque & Ikang Fawzi
OPINI Ragile | 19 November 2010 | 00:37 1633 125
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/19/marissa-haque-tentang-vina-panduwinata-dan-pilkada-tangerang-selatan/-12
Sumber foto: Dok Kompasiana Gathering 2009 by Edy Taslim (dari kanan: Ragile, Marissa Haque, Pepih Nugraha)
Ibarat sepakbola Icha suka maen gaya total footbal formasi 4-4-2 ala Belanda atau Kick and Rush gaya Inggris, keduanya attacking style. Selebihnya saya tidak tahu. Begitu juga tentang Pilkada Tangerang Selatan di mana Icha menyokong calon independent di luar parpol. Saya taunya ada rumor bahwa di sana telah ada semacam hegemoni oleh keluarga tertentu untuk menguasai jabatan strategis. Namum demikian soal politik tidak semudah yang kita baca di atas kertas. Maklum banyak intrik dan akal bulus yang alus-alus. Biarlah rakyat Tangerang Selatan bicara, mereka lebih tau.
Dua kali saya ketemu langsung dan ngobrol bareng dengannya. Sekali di Kopdar Kompasianan pas peluncuran buku Chappy Hakim berjudul Cat Rambut Orang Yahudi di Hotel Sultan Jakarta, Agustus 2009. Dan Di Tangerang pada acara Pemuda Integritas Tangerang Selatan (PITA) pada Juli 2010. Dua kali ketemu langsung dan ngobrol panjang lebar. Yup, jauh banget deh dengan bahasanya di dunia maya. Siapapun sulit untuk tidak mengatakan Icha sangat ramah, gaul, enak diajak bicara apa saja. Dan…. doyan ngobrol, hehehe…
Mudah-mudahan ke depan makin banyak interaksi dengan kompasiner makin bagus jalinan persahatan dan saling pengertian di mana Icha tak sungkan ganti gaya “maen bolanya” misal dengan gaya Samba Brasil yang paling banyak diminati di sini. Kebetulan aku suka film-film Marissa Haque dan juga demen lagu-lagu Vina Panduwinata yang cihuyy banget gaya “stakatonya”.
***
Salam Tuljaenak, RAGILE 19-nov-2010
Dari Engkong Ragile Sahabat Kompasiana.com yang Selalu Penuh Atensi: Marissa Haque & Ikang Fawzi
Sumber: http://sosbud.kompasiana.com/2010/11/19/marissa-haque-tentang-vina-panduwinata-dan-pilkada-tangerang-selatan/-12
Sumber foto: Dok Kompasiana Gathering 2009 by Edy Taslim (dari kanan: Ragile, Marissa Haque, Pepih Nugraha)
Setelah menghilang empat bulan Marissa Haque kembali posting di Kompasiana. Bunyinya sama dengan yang diutarakan kepadaku via Telepon dan SMS selama November sehubungan dengan meledaknya twitter yang menyebut-nyebut perseteruannya dengan Vina Panduwinata. Namun di mata saya Marissa (Icha) lain di alam nyata lain di alam maya. Bahasanya jauh banget bedanya deh. Kenapa Yah, mau tau?
Postingan dia kemarin di sini: Peduli Linkungan Lahir Bathin. Bicara tentang Kompasiana, Pilkada Walikota Tangerang Selatan dan Vina Panduwinata. Nampaknya terburu-buru menulisnya sehingga terkesan loncat-loncat. Semua itu dalam rangka menanggapi postingan Syaifuddin Sayuti Ada Apa Dengan Marissa Haque? Yang saya tangkap adalah: (1)Icha tidak suka dengan tingkah laku Vina Panduwinata ketika manggung bareng dengan Ikang Fawzi suami Icha, (2)Icha nulis dalam blog pribadi di blogdetik karena gagal menyelesaikan secara pribadi dengan Vina, (3)Icha tidak keberatan dan atau tidak terganggu dengan gaya pakaian orang lain sepanjang tidak mengganggu secara langsung rumah tangganya, (4)Reaksi keras pembaca adalah lebih kepada cara Icha menyampaikan keluhan itu, bukan pada substansi isi keluhan. Ibarat sepakbola Icha suka maen gaya total footbal formasi 4-4-2 ala Belanda atau Kick and Rush gaya Inggris, keduanya attacking style. Selebihnya saya tidak tahu. Begitu juga tentang Pilkada Tangerang Selatan di mana Icha menyokong calon independent di luar parpol. Saya taunya ada rumor bahwa di sana telah ada semacam hegemoni oleh keluarga tertentu untuk menguasai jabatan strategis. Namum demikian soal politik tidak semudah yang kita baca di atas kertas. Maklum banyak intrik dan akal bulus yang alus-alus. Biarlah rakyat Tangerang Selatan bicara, mereka lebih tau.
Dua kali saya ketemu langsung dan ngobrol bareng dengannya. Sekali di Kopdar Kompasianan pas peluncuran buku Chappy Hakim berjudul Cat Rambut Orang Yahudi di Hotel Sultan Jakarta, Agustus 2009. Dan Di Tangerang pada acara Pemuda Integritas Tangerang Selatan (PITA) pada Juli 2010. Dua kali ketemu langsung dan ngobrol panjang lebar. Yup, jauh banget deh dengan bahasanya di dunia maya. Siapapun sulit untuk tidak mengatakan Icha sangat ramah, gaul, enak diajak bicara apa saja. Dan…. doyan ngobrol, hehehe…
Mudah-mudahan ke depan makin banyak interaksi dengan kompasiner makin bagus jalinan persahatan dan saling pengertian di mana Icha tak sungkan ganti gaya “maen bolanya” misal dengan gaya Samba Brasil yang paling banyak diminati di sini. Kebetulan aku suka film-film Marissa Haque dan juga demen lagu-lagu Vina Panduwinata yang cihuyy banget gaya “stakatonya”.
***
Salam Tuljaenak, RAGILE 19-nov-2010
Dari Engkong Ragile Sahabat Kompasiana.com yang Selalu Penuh Atensi: Marissa Haque & Ikang Fawzi
Selasa, 06 Juli 2010
Steps for Conducting Conceptual Content Analysis: dalam Marissa Haque Fawzi
The following discussion of steps that can be followed to code a text or set of texts during conceptual analysis use campaign speeches made by Bill Clinton during the 1992 presidential campaign as an example. To read about each step, click on the items in the list below:
4. Decide on how you will distinguish among concepts.
6. Decide what to do with "irrelevant" information.
7. Code the texts.
8. Analyze your results.
Step One: Decide the Level of Analysis
First, the researcher must decide upon the level of analysis. With the health care speeches, to continue the example, the researcher must decide whether to code for a single word, such as "inexpensive," or for sets of words or phrases, such as "coverage for everyone."
Step Two: Decide How Many Concepts to Code For
Step Three: Decide Whether to Code for Existence or Frequency of a Concept
After a certain number and set of concepts are chosen for coding , the researcher must answer a key question: is he/she going to code for existence or frequency? This is important, because it changes the coding process. When coding for existence, "inexpensive" would only be counted once, no matter how many times it appeared. This would be a very basic coding process and would give the researcher a very limited perspective of the text. However, the number of times "inexpensive" appears in a text might be more indicative of importance. Knowing that "inexpensive" appeared 50 times, for example, compared to 15 appearances of "coverage for everyone," might lead a researcher to interpret that Clinton is trying to sell his health care plan based more on economic benefits, not comprehensive coverage. Knowing that "inexpensive" appeared, but not that it appeared 50 times, would not allow the researcher to make this interpretation, regardless of whether it is valid or not.
Step Four: Decide on How You Will Distinguish Among Concepts
The researcher must next decide on the level of generalization, i.e. whether concepts are to be coded exactly as they appear, or if they can be recorded as the same even when they appear in different forms. For example, "expensive" might also appear as "expensiveness." The research needs to determine if the two words mean radically different things to him/her, or if they are similar enough that they can be coded as being the same thing, i.e. "expensive words." In line with this, is the need to determine the level of implication one is going to allow. This entails more than subtle differences in tense or spelling, as with "expensive" and "expensiveness." Determining the level of implication would allow the researcher to code not only for the word "expensive," but also for words that imply "expensive." This could perhaps include technical words, jargon, or political euphemism, such as "economically challenging," that the researcher decides does not merit a separate category, but is better represented under the category "expensive," due to its implicit meaning of "expensive."
Step Five: Develop Rules for Coding Your Texts
After taking the generalization of concepts into consideration, a researcher will want to create translation rules that will allow him/her to streamline and organize the coding process so that he/she is coding for exactly what he/she wants to code for. Developing a set of rules helps the researcher insure that he/she is coding things consistently throughout the text, in the same way every time. If a researcher coded "economically challenging" as a separate category from "expensive" in one paragraph, then coded it under the umbrella of "expensive" when it occurred in the next paragraph, his/her data would be invalid. The interpretations drawn from that data will subsequently be invalid as well. Translation rules protect against this and give the coding process a crucial level of consistency and coherence.
Step Six: Decide What To Do with "Irrelevant" Information
The next choice a researcher must make involves irrelevant information. The researcher must decide whether irrelevant information should be ignored (as Weber, 1990, suggests), or used to reexamine and/or alter the coding scheme. In the case of this example, words like "and" and "the," as they appear by themselves, would be ignored. They add nothing to the quantification of words like "inexpensive" and "expensive" and can be disregarded without impacting the outcome of the coding.
Step Seven: Code the Texts
Once these choices about irrelevant information are made, the next step is to code the text. This is done either by hand, i.e. reading through the text and manually writing down concept occurrences, or through the use of various computer programs. Coding with a computer is one of contemporary conceptual analysis' greatest assets. By inputting one's categories, content analysis programs can easily automate the coding process and examine huge amounts of data, and a wider range of texts, quickly and efficiently. But automation is very dependent on the researcher's preparation and category construction. When coding is done manually, a researcher can recognize errors far more easily. A computer is only a tool and can only code based on the information it is given. This problem is most apparent when coding for implicit information, where category preparation is essential for accurate coding.
Step Eight: Analyze Your Results
Once the coding is done, the researcher examines the data and attempts to draw whatever conclusions and generalizations are possible. Of course, before these can be drawn, the researcher must decide what to do with the information in the text that is not coded. One's options include either deleting or skipping over unwanted material, or viewing all information as relevant and important and using it to reexamine, reassess and perhaps even alter one's coding scheme. Furthermore, given that the conceptual analyst is dealing only with quantitative data, the levels of interpretation and generalizability are very limited. The researcher can only extrapolate as far as the data will allow. But it is possible to see trends, for example, that are indicative of much larger ideas. Using the example from step three, if the concept "inexpensive" appears 50 times, compared to 15 appearances of "coverage for everyone," then the researcher can pretty safely extrapolate that there does appear to be a greater emphasis on the economics of the health care plan, as opposed to its universal coverage for all Americans. It must be kept in mind that conceptual analysis, while extremely useful and effective for providing this type of information when done right, is limited by its focus and the quantitative nature of its examination. To more fully explore the relationships that exist between these concepts, one must turn to relational analysis.
Sumber: http://writing.colostate.edu/guides/research/content/pop3b.cfm
1. Decide the level of analysis.
2. Decide how many concepts to code for.
3. Decide whether to code for existence or frequency of a concept.
4. Decide on how you will distinguish among concepts.
5. Develop rules for coding your texts.
6. Decide what to do with "irrelevant" information.
7. Code the texts.
8. Analyze your results.
Step One: Decide the Level of Analysis
First, the researcher must decide upon the level of analysis. With the health care speeches, to continue the example, the researcher must decide whether to code for a single word, such as "inexpensive," or for sets of words or phrases, such as "coverage for everyone."
Step Two: Decide How Many Concepts to Code For
The researcher must now decide how many different concepts to code for. This involves developing a pre-defined or interactive set of concepts and categories. The researcher must decide whether or not to code for every single positive or negative word that appears, or only certain ones that the researcher determines are most relevant to health care. Then, with this pre-defined number set, the researcher has to determine how much flexibility he/she allows him/herself when coding. The question of whether the researcher codes only from this pre-defined set, or allows him/herself to add relevant categories not included in the set as he/she finds them in the text, must be answered. Determining a certain number and set of concepts allows a researcher to examine a text for very specific things, keeping him/her on task. But introducing a level of coding flexibility allows new, important material to be incorporated into the coding process that could have significant bearings on one's results.
Step Three: Decide Whether to Code for Existence or Frequency of a Concept
After a certain number and set of concepts are chosen for coding , the researcher must answer a key question: is he/she going to code for existence or frequency? This is important, because it changes the coding process. When coding for existence, "inexpensive" would only be counted once, no matter how many times it appeared. This would be a very basic coding process and would give the researcher a very limited perspective of the text. However, the number of times "inexpensive" appears in a text might be more indicative of importance. Knowing that "inexpensive" appeared 50 times, for example, compared to 15 appearances of "coverage for everyone," might lead a researcher to interpret that Clinton is trying to sell his health care plan based more on economic benefits, not comprehensive coverage. Knowing that "inexpensive" appeared, but not that it appeared 50 times, would not allow the researcher to make this interpretation, regardless of whether it is valid or not.
Step Four: Decide on How You Will Distinguish Among Concepts
The researcher must next decide on the level of generalization, i.e. whether concepts are to be coded exactly as they appear, or if they can be recorded as the same even when they appear in different forms. For example, "expensive" might also appear as "expensiveness." The research needs to determine if the two words mean radically different things to him/her, or if they are similar enough that they can be coded as being the same thing, i.e. "expensive words." In line with this, is the need to determine the level of implication one is going to allow. This entails more than subtle differences in tense or spelling, as with "expensive" and "expensiveness." Determining the level of implication would allow the researcher to code not only for the word "expensive," but also for words that imply "expensive." This could perhaps include technical words, jargon, or political euphemism, such as "economically challenging," that the researcher decides does not merit a separate category, but is better represented under the category "expensive," due to its implicit meaning of "expensive."
Step Five: Develop Rules for Coding Your Texts
After taking the generalization of concepts into consideration, a researcher will want to create translation rules that will allow him/her to streamline and organize the coding process so that he/she is coding for exactly what he/she wants to code for. Developing a set of rules helps the researcher insure that he/she is coding things consistently throughout the text, in the same way every time. If a researcher coded "economically challenging" as a separate category from "expensive" in one paragraph, then coded it under the umbrella of "expensive" when it occurred in the next paragraph, his/her data would be invalid. The interpretations drawn from that data will subsequently be invalid as well. Translation rules protect against this and give the coding process a crucial level of consistency and coherence.
Step Six: Decide What To Do with "Irrelevant" Information
The next choice a researcher must make involves irrelevant information. The researcher must decide whether irrelevant information should be ignored (as Weber, 1990, suggests), or used to reexamine and/or alter the coding scheme. In the case of this example, words like "and" and "the," as they appear by themselves, would be ignored. They add nothing to the quantification of words like "inexpensive" and "expensive" and can be disregarded without impacting the outcome of the coding.
Step Seven: Code the Texts
Once these choices about irrelevant information are made, the next step is to code the text. This is done either by hand, i.e. reading through the text and manually writing down concept occurrences, or through the use of various computer programs. Coding with a computer is one of contemporary conceptual analysis' greatest assets. By inputting one's categories, content analysis programs can easily automate the coding process and examine huge amounts of data, and a wider range of texts, quickly and efficiently. But automation is very dependent on the researcher's preparation and category construction. When coding is done manually, a researcher can recognize errors far more easily. A computer is only a tool and can only code based on the information it is given. This problem is most apparent when coding for implicit information, where category preparation is essential for accurate coding.
Step Eight: Analyze Your Results
Once the coding is done, the researcher examines the data and attempts to draw whatever conclusions and generalizations are possible. Of course, before these can be drawn, the researcher must decide what to do with the information in the text that is not coded. One's options include either deleting or skipping over unwanted material, or viewing all information as relevant and important and using it to reexamine, reassess and perhaps even alter one's coding scheme. Furthermore, given that the conceptual analyst is dealing only with quantitative data, the levels of interpretation and generalizability are very limited. The researcher can only extrapolate as far as the data will allow. But it is possible to see trends, for example, that are indicative of much larger ideas. Using the example from step three, if the concept "inexpensive" appears 50 times, compared to 15 appearances of "coverage for everyone," then the researcher can pretty safely extrapolate that there does appear to be a greater emphasis on the economics of the health care plan, as opposed to its universal coverage for all Americans. It must be kept in mind that conceptual analysis, while extremely useful and effective for providing this type of information when done right, is limited by its focus and the quantitative nature of its examination. To more fully explore the relationships that exist between these concepts, one must turn to relational analysis.
Sumber: http://writing.colostate.edu/guides/research/content/pop3b.cfm
Content Analisys, Salah Satu Metode dalam Koridor Kualitatif: Marissa Haque Fawzi
Sumber:
http://writing.colostate.edu/guides/research/content/pop3b.cfm
Salah satu sumber informasi atas metode content analisys
Marissa Haque & Ikang Fawzi, 2010
http://writing.colostate.edu/guides/research/content/pop3b.cfm
Salah satu sumber informasi atas metode content analisys
Marissa Haque & Ikang Fawzi, 2010
Langganan:
Postingan (Atom)
Entri Populer
-
Sumber: http://marissa-haque-maafkan-ikhlaskan.blogspot.com/ Ketika IPB kupilih menjadi wadah mengasah kognisi-afeksi-psikomotorik...
-
Just do the Best and Allah will do the Rest Ketika kita di dzolimi oleh orang yang tidak dikenal, dan kita merasa fitnah yang dilonta...
-
Mengelola Semangat dengan Pikiran: dalam Marissa Haque & Ikang Fawzi http://youtu.be/hrAUqP4pDZY Kompas.com - Apa yang kita pikir...
-
Ikang Fawzi, Marissa Haque dan Desy Ratnasari Di- endorse oleh PAN Ahmad Toriq - detikNews Sumber: http://news.detik.com/r...
-
Hokky Situngkir, pendiri dan peneliti Fe Institute (VIVA) "Terimakasih Banyak Mas Hokky Situngkir Saudaraku" Sumber: http://ww...
-
"Bisnis Properti Ikang Fawzi Jadi Ide Thesis dari Fakultas Ekonomika-Bisnis di UGM, dan Lulus dengan Nilai A Sempurna" Jumat, 29...
-
Thursday, March 01, 2012 07:50 AM Entertainment Marissa Grace Haque Graduates with a Doctorat...
-
The following discussion of steps that can be followed to code a text or set of texts during conceptual analysis use campaign speeches made ...
-
Sumber: http://writing.colostate.edu/guides/research/content/pop3b.cfm Salah satu sumber informasi atas metode content analisys Maris...
-
Allahu Akbar! Ya Allaaah... fabiayyi ala'i Robbi kumma tukadzdibaaan... tak ada lagi ni'mat yang akan kami dustakan Ya Al...